About

Selasa, 06 November 2012

Bagaimana Menghargai Hidup ?

Bagaimana Menghargai Hidup ?

Hidup bukan hanya untuk diri sendiri. Pernahkah Anda mendengar kata-kata
tersebut?

Kalau kita cermati lebih dalam, maka ada makna tersembunyi yang jauh lebih
luas. HIDUP bukanlah semata-mata untuk diri kita sendiri, melainkan untuk
memberikan manfaat bagi orang lain dan kehidupan. Hidup kita ini sangat
mengagumkan dan kita perlu menghargai Hidup ini. Menghargai HIDUP berarti
menggunakan hidup untuk memberikan manfaat bagi orang lain.

Mereka yang menghargai HIDUPnya, akan lebih dekat dengan kemudahan dan
keberuntungan dalam hidupnya. Sebaliknya mereka yang tidak menghargai
HIDUPnya, hanya memikirkan dirinya sendiri, akan lebih dekat dengan
kesulitan dalam kehidupannya.

Bagaimana caranya menghargai HIDUP kita ? Apa yang harus dilakukan dalam
menghargai HIDUP, sehingga dekat dengan kemudahan dan keberuntungan hidup ?

1. Mengubah Orientasi Hidup Dengan Memikirkan Orang Lain

Pikirkan sejenak, apakah Anda sering memikirkan diri sendiri dibandingkan
orang lain ? Misalnya berpikir bagaimana memenuhi keinginan sendiri, ingin
rumah lebih mewah, ingin mobil lewah besar, ingin penghasilan lebih tinggi,
ingin lebih kaya, dll. Kalau hal itu yang selalu memenuhi benak pikiran
kita, itu artinya kita hanya berpusat pada diri sendiri. Hanya memikirkan
dan mementingkan diri sendiri.

Mulailah mengubah pusat hidup kita menjadi banyak memikirkan orang lain.
Misalnya memikirkan bagaimana membantu fakir miskin yang kesulitan membeli
sembako, bagaimana membantu pekerjaan bagi pengangguran, membantu orang tak
berdaya, memikirkan orang yang kurang rejeki, orang yang tidak pernah
dibantu hidupnya. Itu artinya kita sudah mulai memikrikan orang lain. Ini
akan membawa kita lebih dekat dengan kemudahan dan keberuntungan dalam
hidup.

2. Meningkatkan empati kepada orang lain.

Bersikap empati kepada orang lain merupakan salah satu cara menghargai HIDUP
kita. Bersikap empati berbeda pengertiannya dengan sikap simpati. Sikap
simpati lebih merupakan kesepakatan penilaian terhadap orang lain. Sedangkan
sikap empati lebih menekankan pada mengerti orang lain, memahami kondisi
orang lain secara emosional dan intelektual. Artinya kita menggunakan
ketajaman mata hati untuk memperhatikan kebutuhan orang lain, berusaha
melihat kesulitan orang lain.

Bersikap empati, sederhananya memandang keluar melalui kerangka pikiran
orang lain, atau melihat dunia dan hubungan dengan orang lain melalui kaca
mata orang lain.

Bagaimana caranya ?. Kita dapat memulainya dengan menumbuhkan pemahaman dan
perasaan dari dalam jiwa kita. Menanamkan tekad dari dalam hati untuk
mengutamakan kepentingan orang lain. Memiliki kerendahan hati, kesediaan
berbagai kebaikan denganm orang lain. Memiliki kesediaan hati berbagai
kegembiraan disaat memperoleh kemenangan dan memberikan dorongan disaat
mengalami kesulitan.

3. Banyak Melepaskan Energi Positif.

Melepasakan energi positif artinya banyak melakukan pekerjaan-pekerjaan
positif. Memandang hidup ini dari kaca mata positif dan banyak melakukan
hal-hal positif. Pernahkah Anda merasakan kebahagiaan pada saat menolong
orang yang kesusahan ? Itulah sesungguhnya kebahagiaan yang menyentuh aspek
spiritual. Menolong orang lain adalah pekerjaan positif, artinya kita
melepaskan energi positif kepada orang lain.

Banyak hal yang dapat dilakukan untuk melepasakan energi positif ini,
diantaranya mungkin anda punya semangat, punya ide, punya solusi bagi orang
lain, maka berbagilah dengan orang lain. Semakin banyak anda melakukan
pekerjaan positif, semakin banyak energi positif yang keluar dan semakin
banyak yang akan kembali Anda terima. Mungkin anda akan menerimanya dalam
bentuk kebahagiaan hati, kepuasaan jiwa, ketenangan hidup, kemudahan rejeki,
dll.

4. Bertawakal Kepada Allah SWT

Hidup ini hanyalah ‘pemberian
dari Yang Maha Kuasa. Dia-lah yang berkuasa
mengambilnya kembali. Dia pulalah yang berkuasa memberikan kemudahan,
keberhasilan atau kesulitan dalam kehidupan kita. Tentunya itu semua bermula
dari bagaimana cara kita menghargai hidup yang sudah diberikan oleh-Nya.

Bertawakal artinya berserah diri kepada Allah. Bersyukur menerima kehidupan
ini. Bersabar dalam setiap langkah kehidupan. Meskipun demikian tidak pernah
berhenti ber-ikhtiar melalui usaha lahiriah yang cerdas dan keras.

Semoga Anda mendapatkan Inspirasi dan motivasi hari ini.


Khasiat Sedekah: Penerima Berdaya, Anda Bahagia
www.aksicepattanggap.com

Siapa yang lebih bahagia, pemberi sedekah atau penerima sedekah? Sekilas, nampak kebahagiaan hanya terpancar dari raut wajah penerima. Ia terlihat sumringah saat menggenggam uang sedekah dari yang memberi. Tak lupa, sekelumit doa dan rasa syukur dihaturkan untuk orang yang memberinya sedekah sebagai ungkapan terima kasih. Beberapa penerima, bahkan tak sungkan mencium punggung tangan orang yang telah menyisihkan hartanya untuk mereka. Beginilah pemandangan yang senantiasa tampak dalam setiap episode sedekah berlangsung..

Demikiankah sesungguhnya? Benarkah penerima sedekah jauh lebih berbahagia tinimbang yang bersedekah? bukankah justru seharusnya penyedekah itu yang berbahagia?

Setidaknya ada dua tingkatan tujuan sedekah bagi para penerimanya. Pertama, diharapkan setelah menerima sedekah, mereka mencapai tingkatan berdaya. Setidaknya, dalam rentang beberapa waktu mereka tidak lagi menjadi orang-orang menerima sedekah. Orang-orang yang biasa menerima sedekah ini, seharusnya di waktu tertentu sudah bisa memberdayakan diri mereka sendiri. Tak perlu menengadahkan tangan, meminta-minta dan berharap belas kasihan para penderma. Mereka tak lagi menerima sedekah karena sudah tidak membutuhkan. Meski demikian, dalam tingkatan ini mereka belum menjadi penyedekah. Tingkatan kedua, yakni mereka berubah status dari penerima menjadi pemberi sedekah. Ini yang paling diharapkan, kalau satu tahun lalu -misalnya- mereka masih menjadi penerima sedekah, seharusnya di tahun berikutnya merekalah para penyedekah yang berniat memberdayakan orang-orang yang disedekahinya.

Karenanya, sedekah bukan sekadar menaruh uang di kotak amal. Atau mengumpulkan para fakir miskin, anak yatim, kemudian membagi-bagikan amplop, lantas selesai. Para penyedekah tak selesai kewajibannya hanya sampai sebatas memberi. Ada kewajiban lainnya, yakni tak membiarkan penerima sedekah menjadi orang-orang yang berketergantungan dengan sedekah. Jangan sampai ada orang yang 'menikmati' hidup dengan pemberian orang lain. Ada kewajiban bagi para penyedekah, yakni membuat penerima sedekah itu menjadi orang-orang yang berdaya. Setidaknya hingga mereka sanggup mencapai tingkatan tak lagi bergantung pada sedekah dan bisa menghidupi diri dan keluarganya sendiri.

Sedekah itu tanpa batas. Nilai dan jumlahnya tak dibatasi, penerima sedekahnya juga tidak terbatas. Artinya, penyedekah bisa memberikannya kepada siapa saja, dari yang terdekat hingga terjauh sekali pun. Tak hanya itu, waktu untuk bersedekah pun tak pernah dibatasi. Tak hanya di bulan-bulan tertentu saja, melainkan sepanjang waktu. Selama seseorang mampu untuk bersedekah, baik di waktu sempit mau pun lapang, maka bersedekah dianjurkan.

Nah, lantaran sedekah itu tanpa batas, maka tidak pernah dibatasi jumlah yang boleh disedekahkan. Tidak ada nisab untuk sedekah, selama ia mampu maka teruslah bersedekah. Tidak pernah ada ketentuan seseorang sudah boleh bebas tak bersedekah karena sudah terlalu sering bersedekah. Dan yang terpenting, tidak pernah tertulis dalam sejarah ada orang yang jatuh miskin lantaran bersedekah.

Sebab, semua orang yang pernah dan selalu bersedekah tahu betul, bahwa sedekah membuat mereka kaya dan bahagia. Siapa yang tak bahagia berniaga dengan Allah? Kita mendapatkan modal dari Allah, berupa diri dan harta yang kita miliki saat ini. Kemudian dari modal yang dipinjamkan Allah itu, kita diajak berniaga oleh-Nya dengan tawaran keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh pedagang terbesar mana pun di dunia ini. Tak tanggung-tanggung, keuntungan berniaga dengan Allah adalah mendapatkan ampunan dari Allah, kemudian Allah akan memasukkan kita ke dalam surga-Nya.
Padahal, yang diminta Allah kepada kita adalah, beriman kepada-Nya dan rasul-Nya, kemudian Allah juga meminta kita berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kita. Bayangkan, Allah meminta kita menukar harta dan jiwa ini –yang keduanya milik Allah dan hanya dipinjamkan kepada manusia- dengan balasan surga-Nya. Perniagaan indah nan menguntungkan ini Allah gambarkan dalam Qur'an Surat Ash Shaaf (37) ayat 10-12.

Adakah yang mampu memberikan keuntungan lebih besar dari Allah? Tak bahagiakah orang-orang yang mau berniaga dengan Allah. Bukankah seharusnya orang-orang yang bersedekah jauh lebih bahagia, karena ia telah melakukan perniagaan dengan Allah?

Sedekah itu membahagiakan. Siapakah yang dimaksud? Tentu saja yang bersedekah, sebab selain ia telah mendapatkan kesempatan mengenyam surga Allah, kebahagiaan pula bisa melihat senyum orang-orang yang mendapat sedekah. Tak hanya itu, sedekah masih memberikan banyak manfaat bagi pelakunya, antara lain dilipatgandakannya harta kita, dijauhkan dari bahaya, diberikan kesehatan, dan tentu saja menenangkan jiwa.

Adakah yang tak menginginkan kebahagiaan seperti itu? Sungguh, khasiat sedekah hanya satu bagi penerima. Namun terdapat jutaan khasiat yang diperoleh bagi pelakunya. Maka, bersegeralah meraihnya. (gaw)


Cinta si Majnun
Nadirsyah Hosen


Tahukah anda kekuatan sebuah cinta? Sadarkah kita bagaimana cinta bisa
menjelma menjadi energi yang tiada habisnya? Qais, yang kemudian dikenal
sebagai Majnun, membuktikan itu semua.
Qais mencintai Laila sepenuh hati. Ketika orang tua Laila menghalangi cinta
mereka, Qais bukannya mundur malah ia berubah menjadi Majnun, pecinta yang
tergila-gila pada Laila sehingga hidupnya berubah total.
Hakim Nizhami, sufi agung yang menuliskan kisah ini, melukiskan bagaimana
cinta tak mengenal lelah, bagaimana lapar dan dahaga tak dihiraukan oleh
Majnun, bagaimana energi cinta yang dihasilkan Majnun mampu menundukkan
segenap binatang buas di hutan tempat persembunyiannya.

Loyalitas Laila pun tak bergoyang meskipun ayahnya menikahkannya dengan
paksa kepada seorang bangsawan. Sampai akhir hayatnya bangsawan itu tak
berhasil menyentuh Laila, yang notabene telah dipersuntingnya.
Ketika datang rasa rindu, bibir Majnun kering melantunkan tembang pujian dan
syair kerinduan untuk Laila, ketika pagar rumah orang tua Laila menghalangi
komunikasi mereka, Laila menulis surat cinta di potongan kertas kecil lalu
ia biarkan angin membawanya sampai ke Majnun.

Ayah Majnun mencoba memberikan alternatif untuk Majnun. Dibuatlah pesta yang
dihadiri segenap gadis cantik, namun bukanlah Majnun kalau tak mampu
bersikap loyal pada kekasihnya. Majnun menampik semua tawaran itu.
Banyak orang yang percaya, bahwa kisah Laila Majnun itu merupakan simbol
belaka. Hakim Nizhami sebenarnya hanya menunjukkan bagaimana sikap seorang
pecinta sejati kepada kekasihnya. Ketika Laila dan Majnun telah tiada, konon
seorang sufi bermimpi melihat Majnun hadir dihadapan Tuhan. Tuhan membelai
Majnun dengan penuh kasih sayang seraya berkata, "Tidakkah engkau malu
memanggil-manggi-Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur
Cinta-Ku?"

Seperti Majnun yang mengeluarkan energi yang tiada habisnya, di bulan
ramadhan ini kita pun belajar untuk menaikkan maqam cinta kita kepada Allah
Energi cinta yang kita pancarkan dibulan puasa seyogyanya mampu menundukkan
nafsu buas di sekeliling kita.
Bibir kering dan perut lapar bukanlah alasan untuk menampik sebuah cinta
ilahi. Dari tenggorokan yang kering justru keluar Bacaan Yang Mulia dan asma
Kekasih Sejati kita, Allah swt. Ketika disekeliling kita banyak yang
menyodorkan alternatif kebahagiaan, sebagaimana Majnun menolak tawaran
ayahnya, kita pun bersikap setia pada kebahagiaan yang dijanjikan Allah
kelak.

Ketika banyak yang mencoba memagari cinta kita dengan "pagar duniawi",
seperti Laila yang mengungkapkan isi hatinya lewat potongan kertas yg dibawa
angin, kita ungkapkan cinta sejati kita di bulan Ramadhan ini ke seluruh
penjuru angin. Gema kalam ilahi di mana-mana, gema takbir terus mengalun,
gema cinta terus dibawa angin menembus dinding perkantoran, pasar swalayan,
gedung sekolah, taman perkotaan, rumah makan dan pusat-pusat perbelanjaan.
Pagar-pagar itu tak akan mampu menghalangi cinta kita.

Di bulan Ramadhan ini sudahkah kita ukur cinta kita pada Allah swt. Malukah
kita bila Majnun menegur kita, "sampai dimana pengorbananmu untuk Kekasih
Sejatimu?" Bulan Ramadhan adalah media membuktikan cinta sejati itu, insya
Allah!

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More